Kamis, 12 Februari 2009

KEHIDUPAN TAULOTANG DI PAREPARE


Masyarakat Taulotang di Parepare umumnya banyak bermukim di Kecamatan Bacukiki. Mereka dapat ditemui di pelosok-pelosok desa diantaranya di Lumpue, Lacolling,Padaelo,Lemoe,Mangimpuru,Lappaanging dan Wekkee.

Keberadaan masyarakat Taulotang di Parepare, sampai sekarang ini belum diketahui secara pasti, kapan mereka pertama kali ada di daerah ini. Namun beberapa sumber menyebutkan bahwa, keberadaan mereka telah ada sejak beberapa puluh tahun yang lalu.

“ Taulotang di Parepare ini sudah ada sejak saya lahir dan mereka telah menetap di sini, Kebanyakan mereka hidup sebagai petani” ungkap Wa Jare, warga Taulotang yang telah berusia sekitar 60 tahun.

Seiring dengan perkembangan jaman, masyarakat Taulotang telah tumbuh dan berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Dulunya mereka kebanyakan dari mereka adalah petani, namun sekarang telah banyak yang menggeluti pekerjaan lain.

“ Sekarang ini ada yang sudah menjadi polisi, pegawai negeri,perawat dan berbagai profesi lainnya. Mereka ada yang tinggal di Bacukiki ini dan ada juga yang telah tinggal di kota bersama masyarakat lainnya.” Ujar Wa Jare.

Salah satu tradisi masyarakat Taulotang yang ada di Parepare yang sampai sekarang ini masih terus berlangsung yakni melakukan ziarah di Buluroangne, yang ada di daerah pegunungan Bacukiki. Tradisi ini sudah membudaya di kalangan mereka dan dilaksanakan setiap tahunnya.

Salah seorang pemerhati budaya di Kota Parepare, Pattwary, sebagaimana dilansir di salah satu harian lokal di Parepare, menyebutkan keberadaan masyarakat Taulotang di Tanah Bugis diawali di tanah Wajo (Ulugalung) pada abad XVI. Namun karena pengaruh kebudayaan dan politik saat itu, maka Taulotang kurang direspons di Tanah Wajo.

Mereka (taulotang), kata Pattawary, pindah ke Tanah Sidenreng, dan Raja Sidenreng pada saat itu memberikan tempat bagi mereka di Tanah Parinyameng (Amparita/Massepe). Sementara keberadaan mereka di Bacukiki tidak diketahui dengan pasti.(Muh. Yusni)

ROTI BERRE


Salah makanan favorit bagi masyarakat Bugis atau warga Parepare pada khususnya adalah roti berre ini, atau yang dalam bahasa Indonesia dinamakan Roti Beras. Sesuai dengan namanya roti ini bahan pokoknya dari tepung beras dicampur dengan pisang.

Makanan ini sering kita jumpai di pagi hari dan menjadi menu sarapan pagi bagi kebanyakan orang di Parepare. Dihidangkan bersama teh hangat atau kopi, akan terasa lebih nikmat. Selain itu,sebagian orang menghidangkan roti berre ini bersama madu dan rasanya lebih nikmat.

Bahkan dalam acara-acara tertentu, roti berre ini biasa disajikan bersama kari ayam.Roti berre dapat dianggap sebagai pengganti nasi.Ini yang mungkin membedakan antara roti berre dengan roti lainnya yang terbuat dari terigu. Dan bila dibandingkan dengan roti yang dijual di toko dengan harga cukup mahal, roti berre tak kalah rasanya. Harga untuk sebuah roti ini cukup murah hanya Rp 500.

Metode pembuatan roti ini cukup sederhana,hanya dengan menyediakan bahan yang telah diramu ,kemudian bahan tersebut dituang ke wajan dengan ukuran tertentu. Setelah itu ditutup dengan pallekko (penutup yang terbuat dari bahan tanah liat) dan setelah matang bagian bawah ,maka dibalik lagi sehingga kedua sisinya matang sebuah.Biasanya penjual roti berre ini menyiapkan beberapa kompor sehingga bisa menghasilkan dalam waktu cepat.(Muh.Yusni)

KANRE SANTAN


Berkunjung ke Parepare , maka tak lengkaplah rasanya bila tidak menikmati kanre santan atau biasa disngkat dengan kanse.Kanse merupakan nasi yang dicampur dengan air santan dan dihidangkan bersama dengan aneka lauk yang tersedia.

Campuran air santan inilah yang membedakan dengan makanan lainnya, yang bisa menambah selera makan bagi para penikmatnya.Kanse ini biasanya disajikan bersama dengan ikan tuna goreng, nasu palekko ( daging bebek yang diiris kecil-kecil), dan berbagai menu lainnya.

Biasanya makanan ini banyak disukai orang pada malam hari dan bahkan sampai tengah malam,warung-warung kanse masih terbuka. Untuk mendapatkan kanse ini, bisa kita dapatkan di jalan pertamina dan beberapa tempat lainnya di Parepare. Di sana bisa kita beberapa warung menyediakan kanse dengan aneka lauk seperti ayam bebek,telur.dan sebagainya.

Makanan ini tergolong murah, karena hanya merogoh kocek sekitar Rp.6.000 saja,maka kita sudah bisa menikmatinya dengan lauk berupa ayam atau bebek ditambah dengan perkedel dan mie.Untuk menambah dengan lauk lainnya, tentunya harus juga membayar lebih.(Muh.Yusni)

Senin, 09 Februari 2009

OBJEK WISATA GUA TOMPANGNGE


Parepare merupakan suatu kota kecil namun sangat indah dan cantik. Kekhasan kota ini dari segi panorama pemandangannya yang sangat menakjubkan. Kota yang dijuluki Bandar Madani ini, juga menawarkan beberapa objek wisata yang banyak dikunjungi orang.

Salah satu objek wisata alam yang menarik banyak orang untuk mengunjunginya adalah gua tompangnge atau biasa juga disebut gua kelelawar,mengingat gua ini banyak dihuni oleh ribuan kelelawar.

Ada dua jalan menuju Gua Tompangnge ini. Pertama jalan melaui Pesantren Al Badar,jalan ini cukup praktis karena dapat ditempuh melalui kendaraan hingga di bibir sungai. Sesampai di bibir sungai, dilanjutkan dengan jalan kaki sekitar satu hingga dua kilometer untuk sampai ke Gua Tompangnge ini Namun jangan khawatir kelelahan, di Pesantren Al Badar terdapat usaha sapi perah. Di sini orang dapat menikmati susu sapi murni yang diperas sendiri dari sapinya dan harganya pun terjangkau hanya Rp 10 ribu per botolnya.

Sementara jalur kedua yang melalui Bilalangnge tembus hingga Lappa Angin, cukup jauh ditempuh dibandingkan dengan jalur pertama. Untuk melalui jalur ini, perjalanan harus ditempuh dengan jalan kaki sekitar 10 kilometer. Namun demikian kelebihan melalui jalur kedua ini, hamparan pemandangan indah terlebih melalui pinggiran sungai akan menyertai perjalanan.

Sesampai di mulut gua, sudah dapat disaksikan ribuan kelelawar yang memang hidup di gua tersebut. Jalan masuknya pun sangat berlumpur ,kotor dan bau sekali.” Saya hanya bisa masuk sampai 30 meter saja, karena untuk masuk ke dalam lagi perlu bantuan oksigen” ujar Iqbal, staf Dinas Pariwisata Parepare yang telah beberapa kali masuk ke gua tersebut.

Di sekitar Gua Tompangnge ini, juga terdapat air terjun yang sangat indah .Letaknya pun tidak terlalu jauh dari gua sekitar 500 meter saja. Pada air terjun tersebut, airnya mengalir dari untaian akar-akaran yang menggantung dari puncak bukit yang ada di sebelah Gua Tompangnge.

Objek wisata Goa Kelelawar diperuntukkan sebagai Obyek Wisata Alam yang dicanangkan luasnya ± 100 hektar, fungsinya lebih diarahkan pada fungsi konservasi hutan. Yang telah dilakukan adalah penyusunan Master Plan sebagai acuan dalam hal pengembangan lebih lanjut.

“Gua ini berpotensi untuk dikembangkan dan tentu saja untuk itu setidaknya kita harus melakukan survey dan penelitian terlebih dahulu. Dalam eksplorasi gua setidaknya perlu pemetaan gua untuk mengukur mulut gua, panjang gua, potensi air, dan potensi lainnya. termasuk potensi tinggalan budayanya. Tentu saja hal ini dapat terealisasi apabila dilakukan penelitian terlebih dahulu dengan melibatkan pihak yang berkompeten baik itu arkeolog maupun speolog.” ujar Yadi Mulyadi, arkeolog dari Unhas yang pernah melihat langsung ke Gua Tompangnge dan sekarang ini menempuh pendidikan S2 di UGM

Selain itu, terang Yadi, kandungan fosfat yang tinggi dari guano kelelawar yang dihasilkan, dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai pupuk alami. Dengan jumlah kelelawar yang sangat banyak, Gua Tompangeng dapat menghasilkan guano dengan jumlah yang cukup banyak. Hal ini merupakan potensi yang luar biasa, namun yang perlu di perhatikan adalah pengelolaan yang tepat sehingga tidak mengganggu keberadaan gua dan juga kelestarian gua

Gua Tompangnge ini memiliki cerita tersendiri di masyarakat sekitarnya, seperti yang diceritakan oleh Wa Dompu, pria yang telah lama bermukim bersama keluarganya di sekitar Gua Tompangnge. Ia menuturkan di dalam gua tesebut terdapat batu lappa (batu datar) yang dipergunakan untuk tempat ibadah.Di gua ini,lanjut dia, memang ada ”penjaganya”.(Muh.Yusni)

MISTERI BATU MERINGKIK DI WATANG BACUKIKI


Bila berkunjung di Kelurahan Watang Bacukiki, maka kita akan menemui sebuah batu besar yang menyerupai kuda meringkik. Batu ini dianggap keramat bagi penduduk warga sekitar, bahkan menjadikannya sebagai simbol dan penamaan wilayah. Bacukiki berasal dari kosa kata Bugis “ Batukiki” yang berarti batu meringkik.

Para pengunjung yang hendak memasuki perkampungan Watang Bacukiki seolah sudah merasakan hawa mistis kampung tersebut. Saat memasuki perkampungan ini, dapat dijumpai sebuah batu besar berukuran tinggi, kurang lebih delapan meter dan lebarnya mencapai 10 meter. Batu tersebut berada tepat di jalan masuk kampung dan membedah jalan.

Dari keterangan penduduk setempat, batu tersebut berasal dari atas bukit Bacukiki. Konon ceritanya, batu ini berpindah sendiri dari tempat asalnya. Hingga sekarang ini, batu besar tersebut diyakini sebagai batu keramat. Karena tak jarang baik penduduk setempat dan penduduk luar daerah Parepare memberikan sesajen. Namun tidak diketahui pasti hari pemberian sesajen itu.

“ Pemberian sesajen itu itu tidak menentu, biasanya mereka datang kalau mendapat mimpi buruk atau baik. Pemberian sesajen ini dipercayai akan membawa keberuntungan seperti mendapatkan keberhasilan usaha dan mendapatkan keselamatan” ujar Ambo Mapitang, salah seorang penduduk setempat.

Menurut cerita penduduk sekitar Watang Baukiki, batu ini seringkali terdengar meringkik seperti ringkikan suara kuda. Dimana ringkikan suara kuda itu konon menandakan datangnya musibah. Salah satu musibah yang diyakini yakni adanya kematian di kalangan istana, wabah penyakit menyerang kampung, dan adanya musibah lain seperti kebakaran.

Sementara itu, salah seorang warga, Muh Bangga (54), mengaku sering melakukan ritual di batu tersebut dan ia melakukannya karena mimpi. Dalam mimpinya meminta melakukan ritual keberhasilan panen petani setempat. Selain itu,pihaknya sering membawakan sesajen di batu keramat itu untuk meminta keselamatan dan rezeki.

Bukan hanya warga setempat yang biasa melakukan ritual sesajen di batu keramat itu. Akan tetapi, banyak dari warga dari luar yang datang melakukan ritual dengan berbagai macam permintaan yang mereka minta. Kini masyarakat setempat berharap batu tersebut tidak mengeluarkan suara seperti ringkikan kuda. Jika itu terjadi, penduduk desa ini khawatir akan terjadi musibah lagi.

Saat ini Kelurahan Watang Bacukiki menjadi tempat objek wisata karena daerah ini telah ditetapkan sebagai desa wisata oleh Pemkot Parepare.Beberapa sisa peniggalan kerajaan disimpan di Museum Labangengnge.( Sumber : Harian Seputar Indonesia edisi 17 -18 Oktober 2008).